Dewasa ini seluruh masyarakat di Indonesia lebih khusus Papua masih mengalami “krisis” oleh dampak situasi ekonomi global yang ‘dilematis’ dan ‘sulit’. Dilematis karena diperhadapkan pada tidak adanya pilihan alternatif yang “lebih baik”, lebih-lebih setelah kenaikan harga BBM yang mengakibatkan melonjaknya harga berbagai bahan kebutuhan pokok masyarakat serta meningkatnya tarif angkutan dan jasa, sementara di lain pihak tingkat pendapatan masyarakat khususnya “masyarakat asli Papua” di pedesaan / kampung-kampung belum banyak mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini mengakibatkan “melemahnya daya beli” masyarakat asli Papua. Walaupun telah diberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) dengan alokasi dana pembangunan yang cukup besar dibandingkan tahun-tahun lalu namun maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang masih dilakukan oleh birokrat-birokrat di Papua yang “nyaris” tak tersentuh hukum menyebabkan masyarakat Papua khususnya kaum Perempuan Papua di pedesaan / kampung hanya menjadi “obyek” semata dan tidak banyak mengalami perubahan ekonomi yang cukup berarti bahkan kondisinya semakin “terpinggirkan”.
Diakui bahwa masyarakat Papua dikelilingi potensi SDA yang besar, namun potensi tersebut ternyata belum banyak memberikan dampak ekonomi yang berarti bagi masyarakat Papua di sekitarnya secara khusus kaum Perempuan Papua. Banyak persoalan yang masih dihadapi oleh Masyarakat Papua khususnya kaum Perempuan Papua untuk mengelola dan memanfaatkan potensi tersebut, diantaranya kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, serta belum adanya organisasi ekonomi yang betul- betul tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat ( Lembaga Ekonomi Berbasis Masyarakat / LEBM ) yang mampu bersaing di era persaingan bebas ini.
LEBM secara lebih baik, sehingga akan dapat mewujudkan sebuah institusi ekonomi lokal yang kuat, mapan dan mandiri. Hal lain yang memprihatinkan terjadi adalah adanya realitas di Daerah Papua (baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat) khususnya di Kabupaten Fakfak yang paling banyak ‘diberatkan’” adalah “Kaum Perempuan Papua”. Dengan beban kerja yang ‘super berat’’ (mengurusi berbagai urusan keluarga dan rumah tangganya) sering kali kaum Perempuan Papua juga dituntut untuk “berusaha” mencari nafkah atau tambahan penghasilan demi mencukupi kebutuhan keluarganya tersebut. Dengan tingkat pendidikan yang minim bahkan ada yang belum sempat mengenyam pendidikan formal membuat mereka kesulitan untuk bersaing di era Pasar (persaingan) bebas. Belum lagi mereka diperhadapkan pada “opini umum” dalam tatanan tradisional masyarakat Papua bahwa kaum Perempuan Papua adalah “kaum kelas dua”.
Bomberai Data
Minggu, 19 Juni 2011
GEMAPALA - FAKFAK PAPUA BARAT
PAPUAN PEOPLE’S FOR SUSTAINABLE MOVEMENT
FAKFAK- PAPUA BARAT – INDONESIA
JL. Imam Bonjol, Eks Pos TNI-AL, Kel. Wagom - Fakfak Telp. (0956) 24611 /081527008611
PO.Box 186 Fakfak 98612, Email : gemapala_fak2@yahoo.co.id
P R O F I L
I. IDENTITAS
1. Nama Lembaga : Gerakan Masyarakat Papua Lestari (GEMAPALA)
Papuan People’s for Sustainable Movement
2. Alamat : Jln. Imam Bonjol, Eks Pos TNI-AL, Wagom –Fakfak
3. Telepon : (0956) 24611
E-mail : gemapala_fak2@yahoo.co.id / gemapala.fak205@gmail.com
4. Kontak Person :JEMRIS, Hp. 081527008611 /Riky Sineri Hp.085244038104
II. ORGANISASI
A. HISTORIS
Cikal bakal Lembaga Gerakan Masyarakat Papua Lestari (GEMAPALA) sebenarnya secara ‘defacto’ dimulai pada tahun 2001 berawal dari kumpulan anak muda dari berbagai profesi dan berbagai latar belakang pendidikan di Kota Fakfak yang sering melakukan kegiatan bersama. Dalam perkembangannya dengan melihat serta merasakan kondisi dan realitas sosial kemasyarakatan di Papua yang “sangat memprihatinkan” seperti : ekspolitasi sumber daya alam besar-besaran dan perusakan lingkungan dengan diwarnai kolusi- korupsi-nepotisme disertai pelanggaran HAM dan pelanggaran hak-hak adat tradisional masyarakat Papua yang nyaris “tak tersentuh hukum” diperparah lagi dengan dampak kebijakan ekonomi Pemerintah Pusat yang ‘memberatkan rakyat’ sungguh-sungguh membuat kondisi masyarakat Papua lambat laun menjadi ‘masyarakat marginal’ di era globalisasi ini, maka dengan didasari keinginan luhur dan visi mewujudkan transformasi sosial kemasyarakatan di Papua, pada bulan Februari 2004 mulai dirumuskan statuta dan bentuk wadah/kelembagaan demi mewujudkan visi tersebut.
Namun terbentur kendala ‘dana’ dan karena di kota Fakfak belum ada Notaris yang tetap guna pengurusan & pengesahan Badan Hukum / Akte Notaris. (pengurusan Akte Notaris harus ke kota / daerah lain yang memerlukan biaya yang besar), baru pada tanggal 16 Juli 2005 diurus badan hukum / Akte Notaris di kota Manado, dan GEMAPALA berbadan hukum pada tanggal 27 September 2005, berdasarkan Akte Notaris No. 60 oleh Notaris WINAR SIANET, SH. Pada tanggal 08 Juli 2006 resmi terdaftar di Kantor Kesatuan Bangsa Kabupaten Fakfak.
Atas suatu dorongan untuk berperan mewujudkan tatanan kehidupan Masyarakat Sipil Papua yang demokratis, beradab dan sejahtera. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, kesehatan, kecerdasan, dan kesejahteraan seluruh masyarakat Papua secara adil, merata serta peduli terhadap kelestarian Lingkungan alam Papua.
B. V I S I
GEMAPALA adalah Organisasi Nirlaba (non profit) yang memiliki Visi :
“Terwujudnya Masyarakat Papua yang aman, damai, adil, maju, mandiri, demokratis, sejahtera dan lestari.”
C. MOTTO :“ SAVE THE PAPUA ! ”/ SELAMATKAN PAPUA !
D. M I S I
Masyarakat, Pemerintah dan seluruh stakeholder sebagai mitra strategis bersama-sama berupaya mewujudkan ” Perubahan sosial masyarakat, menegakan nilai-nilai keadilan dan kebenaran ” serta Penguatan masyarakat dalam Bidang : Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, Demokrasi, HAM, Gender dan Pelestarian Lingkungan, dan Penguatan akses masyarakat terhadap sumberdaya dan kontrol atas proses-proses pembangunan dan Tata-kelola Pemerintahan yang baik (good governance).
E. T U J U A N
Tujuan GEMAPALA adalah berjuang untuk mewujudkan :
1. Masyarakat Sipil Papua yang sejahtera dan mandiri dalam bidang : ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
2. Masyarakat Sipil Papua yang kritis dan peduli akan kelestarian lingkungan serta konservasi alam Papua.
3. Masyarakat Sipil Papua yang kritis dan mampu melakukan control terhadap proses pembangunan dan berbagai kebijakan pemerintah di Tanah Papua.
4. Masyarakat Sipil Papua yang menghargai nilai-nilai universal seperti : HAM, demokrasi, kesetaraan gender, perdamaian dan pluralisme.
F. NILAI – NILAI
1. Demokrasi
2. Penghargaan terhadap HAM
3. Apresiasi terhadap nilai-nilai kearifan lokal
4. Kesetaraan/persamaan
5. Kemandirian
G. PRINSIP
1. Pengarusutamaan partisipasi masyarakat
2. Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan
3. Transparansi dan akuntabilitas
4. Pengarusutamaan mitigasi / penanggulangan bencana.
5. Pengarus utamaan gender
H. BIDANG KEPEDULIAN :
a. Bidang Hasil Pokok :
1. Penguatan kapasitas masyarakat
2. Penguatan Tata Pemerintahan Lokal/ Kampung
3. Penguatan institusi sosial Ekonomi masyarakat
4. Pelestarian Lingkungan Hidup
Langganan:
Postingan (Atom)